Menurut Windia (2009) ada dua hal yang digunakan untuk menggambarkan perempuan Bali-Hindu. Pertama, semangat kerjanya yang hebat. Kedua, kedudukannya terhadap warisan yang lemah, bahkan dianggap tidak berhak atas warisan, dalam hal ini warisan yang mempunyai nilai ekonomi, seperti tanah, dan warisan yang tidak memiliki nilai ekonomi, seperti pemeliharaan tempat suci dan orangtua (Koran Tokoh dalam Website Parisada Hindu Dharma Indonesia).
Menurut Sunasri (2003) perempuan Bali adalah perempuan yang kawin dengan laki-laki Bali yang sama-sama beragama Hindu dan akibat dari perkawinan tersebut mereka menjadi anggota krama istri di banjar dan desa adat atau perempuan yang bukan berasal dari Bali, tetapi melangsungkan pernikahan dengan laki-laki Bali dan akibat dari perkawinan mereka kemudian masuk menjadi anggota krama istri di banjar dan desa adat (Sunasri, 2003).
Perempuan Bali memiliki watak pekerja keras dan mau belajar untuk menjaga tradisi yang ada. Dalam mengarungi jalan hidup yang sangat luas dan kompleks itu perempuan Bali dikenal sebagai orang yang sangat suka dan kuat bekerja sehingga kegiatannya menjadi sangat padat dan kompleks (Senen, 2005).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perempuan Bali adalah perempuan etnis Bali atau perempuan bukan etnis Bali yang menikah dengan lelaki Bali beragama Hindu dimana kehidupan kesehariannya mengikuti adat tradisi Hindu Bali.
0 komentar
Posting Komentar