Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 31 Mei 2009

Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri














Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri (foto: arie saksono)

Masjid Dian Al Mahri atau yang lebih dikenal dengan Masjid Kubah Emas berada di Jalan Maruyung raya, Kel. Meruyung, Kecamatan Limo, Kota Depok. Masjid megah ini berkapasitas 20 ribu jemaah berdiri kokoh di atas lahan seluas 70 hektare. Masjid ini mulai dibangun April 1999 oleh seorang dermawan, pengusaha asal Banten bernama Hj Dian Juriah Maimun Al Rasyid, istri dari Drs H. Maimun Al Rasyid, yang membeli tanah kawasan ini sejak tahun 1996. Rencananya, selain masjid, lahan ini akan dijadikan Islamic Centre. Nantinya akan ada lembaga dakwah, dan rumah tinggal. Semua bangunan tersebut merupakan bagian dari konsep pengembangan sebuah kawasan terpadu yang diberi nama Kawasan Islamic Center Dian Al-Mahri.

Masjid Dian Al Mahri dibuka untuk umum pada tanggal 31 Desember 2006, bertepatan dengan Idul Adha 1427 H yang kedua kalinya pada tahun itu. Pembangunannya sudah berlangsung sejak tahun 1999, namun baru dibuka untuk umum pada tanggal 31 Desember 2006. Setelah shalat Idul Adha, pemilik masjid langsung meresmikan masjid ini. Ada sekitar 5 ribu jemaah yang mengikuti prosesi peresmian masjid ini.

Spesifikasi Masjid
Bangunan masjid memiliki luas area sebesar 60 x 120 meter atau sekitar 8.000 meter persegi. terdiri dari bangunan utama, mezamin, halaman dalam, selasar atas, selasar luar, ruang sepatu, dan ruang wudhu. Masjid mampu menampung 15 ribu jemaah shalat dan 20 ribu jemaah taklim. Masjid ini merupakan salah satu di antara masjid-masjid termegah di Asia Tenggara.

Masjid Dian Al Mahri memiliki 5 kubah. Satu kubah utama dan 4 kubah kecil. Seluruh kubah dilapisi emas setebal 2 sampai 3 milimeter dan mozaik kristal. Kubah utama bentuknya menyerupai kubah Taj Mahal. Kubah tersebut memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter. Sementara 4 kubah kecil lainnya memiliki diameter bawah 6 meter, tengah 7 meter, dan tinggi 8 meter.

Relief hiasan di atas tempat imam terbuat dari emas 18 karat. Begitu juga pagar di lantai dua dan hiasan kaligrafi di langit-langit masjid. Sedangkan mahkota pilar masjid yang berjumlah 168 buah berlapis bahan prado atau sisa emas.

Ruang utama masjid memiliki ukuran 45×57 meter, dapat menampung sebanyak 8.000 jamaah. Masjid ini memiliki 6 minaret berbentuk segi enam yang tingginya masing-masing 40 meter. 6 minaret ini dibalut granit abu-abu dari itali dengan ornamen yang melingkar. Pada puncak minaret terdapat kubah berlapis mozaik emas 24 karat.
Kubah masjid ini mengacu kubah yang digunakan masjid-masjid Persia dan India. Lima kubah melambangkan rukun Islam, seluruhnya dibalut mozaik berlapis emas 24 karat yang materialnya diimpor dari Italia.

Pada langit-langit kubah terdapat lukisan langit yang warnanya dapat berubah sesuai dengan warna langit pada waktu-waktu sholat dengan menggunakan teknologi tata cahaya yang diprogram dengan komputer.

Interior masjid ini menampilkan pilar-pilar kokoh yang tinggi menjulang untuk menciptakan skala ruang yang agung. Ruang masjid didominasi warna monokrom dengan unsur utama warna krem, untuk memberi karakter ruang yang tenang dan hangat. Materialnya terbuat dari bahan marmer yang diimpor dari Turki dan Italia. Di tengah ruang, tergantung lampu yang terbuat dari kuningan berlapis emas seberat 2,7 ton, yang dikerjakan oleh ahli dari Italia.














Kemegahan Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri

Emas pada Masjid Dian Al Mahri
Masjid ini disebut dengan Masjid Kubah Emas, sesuai namanya masjid ini memang menggunakan material emas dengan 3 teknik pemasangan: pertama, serbuk emas (prada) yang terpasang di mahkota/pilar, kedua gold plating yang terdapat pada lampu gantung, ralling tangga mezanin, pagar mezanin, ornament kaligrafi kalimat tasbih di pucuk langit-langit kubah dan ornament dekoratif diatas mimbar mihrab, yang ketiga gold mozaik solid yang terdapat di kubah utama dan kubah menara.

Pengurus dan pengelola masjid tidak mengungkapkan informasi mengenai total biaya pembangunan dan juga berat emas keseluruhan yang ada di kompleks masjid ini. Hanya ada informasi ketebalan emas yang melapisi kubah. Setiap kubah memiliki ketebalan emas 2 sampai 3 milimeter. Emas kubah tersebut kemudian dilapisi lagi dengan mozaik kristal.

Perlu diketahui bagi Pengunjung:
Masjid ini terbuka untuk umum, namun demikian ada beberapa bagian yang harus tetap steril seperti menara masjid. Meskipun dibuka untuk umum, namun Masjid Dian Al Mahri tutup pada hari Kamis, menurut pengurus masjid, hari kamis digunakan untuk keperluan persiapan ibadah shalat Jumat keesokan harinya. Sedangkan pada hari lainnya masjid dibuka pada pukul 10.00 pagi hingga 20.00 malam dan untuk shalat subuh hingga pukul 07.00 pagi (keterangan selengkapnya dapat ditanyakan pada pengurus masjid). Jumlah pengunjung biasanya membeludak pada hari Jumat sampai Minggu. Saat Shalat Jumat, minimal 5 ribu jemaah memadati masjid. Sementara pada hari Minggu, jumlah pengunjung biasanya mencapai 10 ribu orang. Sedangkan pada hari-hari biasa, jumlah jemaah tidak terlalu banyak.

Pengunjung bebas keluar masuk masjid, namun demikian ada beberapa aturan yang harus dipatuhi agar suasana ibadah tetap nyaman. Misalnya pengunjung dilarang membawa makanan dan minuman ke lingkungan masjid. Anak di bawah usia 9 tahun juga dilarang memasuki lingkungan masjid.

Untuk masuk ke dalam masjid, diwajibkan memakai pakaian yang menutup aurat, sehingga kalau berkunjung kesana khususnya kaum hawa harus mengenakan jilbab. Alas kaki/sandal harus dititipkan ke bagian penitipan, dan tidak boleh ditinggal diluar. Tempat penitipan alas kaki pada jam-jam shalat menjadi sangat ramai dan penuh. Pada siang hari halaman luar lantai depan masjid sangat panas namun pengurus masjid memberikan karpet plastik untuk mengurangi panasnya lantai halaman masjid. Pengunjung dilarang menginjak rumput yang ada di taman sekitar mesjid. Bagi pengunjung yang ingin berteduh dan sekedar beristirahat, di seberang masjid ada ruang serbaguna yang disediakan. Biasanya para pengunjung menggelar tikar di ruang serba guna ini sambil mengagumi keindahan masjid ini.

Rute Menuju ke Masjid Kubah Emas
Jalan yang lebih mudah dan tidak berliku-liku untuk menuju ke Masjid Kubah Emas lebih baik melewati RS Fatmawati. Dari arah Jakarta masuk tol arah ke Pondok Indah dan keluar Fatmawati dan belok ke kiri, bila tidak lewat tol ikuti jalan TB Simatupang hingga belok ke kiri RS Fatmawati. Setelah itu ikuti jalan, melewati dua lampu merah hingga pasar Pondok Labu dan sampai di kampus UPN, kemudian ambil ke arah kanan. Ikuti jalan melewati Golf Pangkalan Jati sampai lampu merah dan belok ke kiri ke arah Depok. Jalan ini tinggal lurus saja terus sampai ke Cinere Mall, melewati SPBU, terus hingga sampai Masjid Dian Al-Mahri yang ada di sebelah kiri jalan. Selepas Cinere Mall, memasuki daerah Limo Maruyung kondisi jalan menuju ke lokasi agak rusak berlubang dan cukup sempit hanya 2 jalur, dan harus sedikit mengantri bila berpapasan dengan rombongan yang menggunakan bis-bis besar pariwisata. Jalan lain menuju masjid ini yaitu melalui jalan Sawangan Depok dan Karang Tengah Lebak Bulus yang nantinya juga akan bertemu dengan jalan Limo – Maruyung Raya.


















Peta menuju Masjid Kubah Emas

©2008 arie saksono
Sumber:
Buletin Dian Al-Mahri
www.pikiran-rakyat.com
www.id.wikipedia.org
http://ariesaksono.wordpress.com
berbagai sumber lain

Rabu, 27 Mei 2009

KAWAH PUTIH Ciwidey Bandung














Pemandangan Kawah putih (foto: arie saksono)

Wilayah Kabupaten Bandung memiliki banyak tempat wisata yang menawarkan pemandangan yang indah beserta legenda-legenda yang menarik. Salah satunya adalah Kecamatan Ciwidey yang berada di selatan Kabupaten Bandung. Di kawasan ini terdapat satu objek wisata yang menarik yaitu Kawah Putih.

Kawah Putih adalah sebuah danau kawah dari Gunung Patuha dengan ketinggian 2.434 meter di atas permukaan laut dengan suhu antara 8-22°C. Di puncak Gunung Patuha itulah terdapat Kawah Saat, saat berarti surut dalam Bahasa Sunda, yang berada di bagian barat dan di bawahnya Kawah Putih dengan ketinggian 2.194 meter di atas permukaan laut. Kedua kawah itu terbentuk akibat letusan yang terjadi pada sekitar abad X dan XII silam. Kawah Putih ini terletak sekitar 46 km dari Kota Bandung atau 35 km dari ibukota Kabupaten Bandung, Soreang, menuju Ciwidey.















Danau Kawah Putih (foto: arie saksono)

Legenda Kawah Putih

Gunung Patuha konon berasal dari nama Pak Tua atau ”Patua”. Masyarakat setempat sering menyebutnya dengan Gunung Sepuh. Dahulu masyarakat setempat menganggap kawasan Gunung Patuha dan Kawah Putih ini sebagai daerah yang angker, tidak seorang pun yang berani menjamah atau menuju ke sana. Konon karena angkernya, burung pun yang terbang melintas di atas kawah akan mati.

Misteri keindahan danau Kawah Putih baru terungkap pada tahun 1837 oleh seorang peneliti botanis Belanda kelahiran Jerman, Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) yang melakukan penelitian di kawasan ini. Sebagai seorang ilmuwan, Junghuhn tidak mempercayai begitu saja cerita masyarakat setempat. Saat ia melakukan perjalanan penelitiannya menembus hutan belantara Gunung Patuha, akhirnya ia menemukan sebuah danau kawah yang indah. Sebagaimana halnya sebuah kawah gunung, dari dalam danau keluar semburan aliran lava belerang beserta gas dan baunya yang menusuk hidung. Dari hal tersebut terungkap bahwa kandungan belerang yang sangat tinggi itulah yang menyebabkan burung enggan untuk terbang melintas di atas permukaan danau Kawah Putih.

Karena kandungan belerang di danau kawah tersebut sangat tinggi, pada zaman pemerintahan Belanda sempat dibangun pabrik belerang dengan nama Zwavel Ontgining ‘Kawah Putih’. Kemudian pada zaman Jepang, usaha tersebut dilanjutkan dengan nama Kawah Putih Kenzanka Gokoya Ciwidey yang langsung berada di bawah penguasaan militer Jepang.

Di sekitar kawasan Kawah Putih terdapat beberapa makam leluhur, antara lain makam Eyang Jaga Satru, Eyang Rongga Sadena, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha yakni Puncak Kapuk, konon merupakan tempat pertemuan para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Konon, di tempat ini terkadang secara gaib terlihat sekumpulan domba berbulu putih yang oleh masyarakat disebut domba lukutan.














Air danau Kawah Putih yang dapat berubah warna (foto: arie saksono)

Danau Kawah Putih memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Air di danau kawahnya dapat berubah warna, kadangkala berwarna hijau apel kebiru-biruan bila terik matahari dan cuaca terang, terkadang pula berwarna coklat susu. Paling sering terlihat airnya berwarna putih disertai kabut tebal di atas permukaan kawah. Selain permukaan kawah yang berwarna putih, pasir dan bebatuan di sekitarnya pun didominasi warna putih, oleh karena itu kawah tersebut dinamakan Kawah Putih.

Menuju ke Kawah Putih

Sejak tahun 1987 PT. Perhutani (Persero) Unit III Jabar dan Banten mengembangkan kawasan Kawah Putih ini menjadi sebuah objek wisata. Untuk tiket masuk areal objek wisata Kawah Putih, setiap orang dikenakan biaya Rp 10.000,00, sudah termasuk premi asuransi. Objek wisata Kawah Putih dibuka mulai pukul 07.00 dan tutup pada pukul 17.00, setiap hari Senin sampai dengan Minggu. Fasilitas bagi pengunjung di sekitar Kawah Putih sudah cukup memadai dengan adanya areal parkir, transportasi transit menuju kawah, pusat informasi, mushala, dan warung-warung makanan.

Untuk menuju ke sana, pengunjung dari Jakarta dapat melewati tol Cipularang terus menuju pintu keluar tol Kopo menuju Soreang ke arah selatan ke kota Ciwidey. Sekitar 20 – 30 menit dari kota Ciwidey terlihat tanda masuk menuju gerbang masuk objek wisata Kawah Putih yang ada di sebelah kiri jalan. Untuk menuju Kawah Putih dari gerbang masuk kawasan objek wisata Kawah Putih disarankan menggunakan kendaraan, jangan berjalan kaki karena jalan yang agak menanjak dan cukup jauh, yaitu sekitar 5,6 km atau sekitar 10 – 15 menit dengan kendaraan. Kendaraan pribadi dapat langung menuju tempat parkir luas yang tersedia tidak jauh dari kawah. Sementara pengunjung dengan rombongan besar yang menggunakan bis, atau transportasi umum dapat menggunakan kendaraan khusus yang ada di areal parkir dekat gerbang masuk untuk mencapai kawah dari pintu masuk. Kondisi jalan yang kecil dan menanjak tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan jenis bis besar maupun sedang.

Transportasi umum menuju Ciwidey dari Bandung dapat ditemui di Terminal Kebun Kalapa maupun Leuwi Panjang. Setelah sampai di Kota Ciwidey maka perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan angkutan pedesaan tujuan Situ Patengan. Angkutan pedesaan yang menuju Situ Patengan ini melintasi objek-objek wisata yang ada di kawasan Ciwidey yaitu Perkebunan Strawberry, Kawah Putih, Ranca Upas, & kolam renang air panas Cimanggu. Untuk dapat menjelajahi dan menikmati keindahan alam kawasan Ciwidey dan sekitarnya rasanya tidak cukup hanya satu hari.

Sumber : http://ariesaksono.wordpress.com

Jumat, 22 Mei 2009

Peta Jogja / Yogyakarta

Kamis, 21 Mei 2009

CANDI BOROBUDUR













Candi Borobudur merupakan candi Budha, terletak di desa Borobudur kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Nama Borobudur merupakan gabungan dari kata Bara dan Budur. Bara dari bahasa Sansekerta berarti kompleks candi atau biara. Sedangkan Budur berasal dari kata Beduhur yang berarti di atas, dengan demikian Borobudur berarti Biara di atas bukit. Sementara menurut sumber lain berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara sumber lainnya mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.












Arca Budha Candi Borobudur dan Bukit Manoreh
courtesy ©2008 Renee Scipio

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat, berukuran 123 x 123 meter. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat.
Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Kamadhatu, bagian dasar Borobudur, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu.
Rupadhatu, empat tingkat di atasnya, melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka.
Arupadhatu, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang. Melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk.
Arupa, bagian paling atas yang melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief yang akan terbaca secara runtut berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, bermacam-macam isi ceritanya, antara lain ada relief-relief tentang wiracarita Ramayana, ada pula relief-relief cerita jātaka. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).













Salah satu relief pada Candi Borobudur ©2009 arie saksono

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Seorang budhis asal India bernama Atisha, pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini. Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikelilingii rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Hal tersebut berdasarkan prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi, kemungkinan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi. Desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo terdapat aktivitas warga membuat kerajinan. Selain itu, puncak watu Kendil merupakan tempat ideal untuk memandang panorama Borobudur dari atas. Gempa 27 Mei 2006 lalu tidak berdampak sama sekali pada Borobudur sehingga bangunan candi tersebut masih dapat dikunjungi.

Sejarah Candi Borobudur
Sekitar tiga ratus tahun lampau, tempat candi ini berada masih berupa hutan belukar yang oleh penduduk sekitarnya disebut Redi Borobudur. Untuk pertama kalinya, nama Borobudur diketahui dari naskah Negarakertagama karya Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi, disebutkan tentang biara di Budur. Kemudian pada Naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada tahun 1758, tercetus berita tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.
Pada tahun 1814, Thomas Stamford Raffles mendapat berita dari bawahannya tentang adanya bukit yang dipenuhi dengan batu-batu berukir. Berdasarkan berita itu Raffles mengutus Cornelius, seorang pengagum seni dan sejarah, untuk membersihkan bukit itu. Setelah dibersihkan selama dua bulan dengan bantuan 200 orang penduduk, bangunan candi semakin jelas dan pemugaran dilanjutkan pada 1825. Pada 1834, Residen Kedu membersihkan candi lagi, dan tahun 1842 stupa candi ditinjau untuk penelitian lebih lanjut.

Nama Borobudur
Mengenai nama Borobudur sendiri banyak ahli purbakala yang menafsirkannya, di antaranya Prof. Dr. Poerbotjoroko menerangkan bahwa kata Borobudur berasal dari dua kata Bhoro dan Budur. Bhoro berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti bihara atau asrama, sedangkan kata Budur merujuk pada kata yang berasal dari Bali Beduhur yang berarti di atas. Pendapat ini dikuatkan oleh Prof. Dr. WF. Stutterheim yang berpendapat bahwa Borobudur berarti Bihara di atas sebuah bukit.
Prof. JG. De Casparis mendasarkan pada Prasasti Karang Tengah yang menyebutkan tahun pendirian bangunan ini, yaitu Tahun Sangkala: rasa sagara kstidhara, atau tahun Caka 746 (824 Masehi), atau pada masa Wangsa Syailendra yang mengagungkan Dewa Indra. Dalam prasasti didapatlah nama Bhumisambharabhudhara yang berarti tempat pemujaan para nenek moyang bagi arwah-arwah leluhurnya. Bagaimana pergeseran kata itu terjadi menjadi Borobudur? Hal ini terjadi karena faktor pengucapan masyarakat setempat.

Pembangunan Candi Borobudur
Candi Borobudur dibuat pada masa Wangsa Syailendra yang Buddhis di bawah kepemimpinan Raja Samarotthungga. Arsitektur yang menciptakan candi, berdasarkan tuturan masyarakat bernama Gunadharma. Pembangunan candi itu selesai pada tahun 847 M. Menurut prasasti Kulrak (784M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa (Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli dalam ajaran Buddis Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan oleh putranya, Samarotthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu Pramodhawardhani.
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh Cornelius pada masa Raffles maupun Residen Hatmann, setelah itu periode selanjutnya dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan zaman sampai kepada bentuk sekarang. Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya van Erp menemukan bentuk Candi Borobudur. Sedangkan mengenai landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran Tantrayana-Vajrayana.
Penelitian terhadap susunan bangunan candi dan falsafah yang dibawanya tentunya membutuhkan waktu yang tidak sedikit, apalagi kalau dihubung-hubungkan dengan bangunan-bangunan candi lainnya yang masih satu rumpun. Seperti halnya antara Candi Borobudur dengan Candi Pawon dan Candi Mendut yang secara geografis berada pada satu jalur.

Materi Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern, nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil. Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat. Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa. Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di Indonesia.

Misteri seputar Candi Borobudur
Sampai saat ini ada beberapa hal yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang dipergunakan?. Gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar. Dan mulai dari bagian mana gambar itu dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas? masih banyak lagi misteri yang belum terungkap secara ilmiah, terutama tentang ruang yang ditemukan pada stupa induk candi dan patung Budha, di pusat atau zenith candi dalam stupa terbesar, diduga dulu ada sebuah patung penggambaran Adibuddha yang tidak sempurna yang hingga kini masih menjadi misteri.








Sir Thomas Stamford Raffles

Kronologis Penemuan dan pemugaran Borobudur
• 1814 – Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, mendengar adanya penemuan benda purbakala di desa Borobudur. Raffles memerintahkan H.C. Cornelius untuk menyelidiki lokasi penemuan, berupa bukit yang dipenuhi semak belukar.
• 1873 – monografi pertama tentang candi diterbitkan.
• 1900 – pemerintahan Hindia Belanda menetapkan sebuah panitia pemugaran dan perawatan candi Borobudur.
• 1907 – Theodoor van Erp memimpin pemugaran hingga tahun 1911.
• 1926 – Borobudur dipugar kembali, tapi terhenti pada tahun 1940 akibat krisis malaise dan Perang Dunia II.
• 1956 – pemerintah Indonesia meminta bantuan UNESCO. Prof. Dr. C. Coremans datang ke Indonesia dari Belgia untuk meneliti sebab-sebab kerusakan Borobudur.
• 1963 – pemerintah Indonesia mengeluarkan surat keputusan untuk memugar Borobudur, tapi berantakan setelah terjadi peristiwa G-30-S.
• 1968 – pada konferensi-15 di Perancis, UNESCO setuju untuk memberi bantuan untuk menyelamatkan Borobudur.
• 1971 – pemerintah Indonesia membentuk badan pemugaran Borobudur yang diketuai Prof.Ir.Roosseno.
• 1972 – International Consultative Committee dibentuk dengan melibatkan berbagai negara dan Roosseno sebagai ketuanya. Komite yang disponsori UNESCO menyediakan 5 juta dolar Amerika Serikat dari biaya pemugaran 7.750 juta dolar Amerika Serikat. Sisanya ditanggung Indonesia.
• 10 Agustus 1973 – Presiden Soeharto meresmikan dimulainya pemugaran Borobudur; pemugaran selesai pada tahun 1984
• 21 Januari 1985 – terjadi serangan bom yang merusakkan beberapa stupa pada candi Borobudur yang kemudian segera diperbaiki kembali.
• 1991 – Borobudur ditetapkan sebagai Warisan Dunia UNESCO.
©2008 arie saksono

Sumber:
• Soekmono, R. DR., Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1973.
• Ismail Kusmayadi, “Harta Karun Itu Bernama Candi Borobudur”, Pikiran Rakyat Cyber Media, Sabtu, 02 Juli 2005.
• Soekmono, R. DR., Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia , Jakarta: Pustaka Jaya, 1978.
• http://ariesaksono.wordpress.com

Kamis, 14 Mei 2009

POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KARO

Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah tujuan wisata utama di Sumatera Utara yang memiliki potensi tidak kalah baik dengan daerah tujuan wisata lainnya di Indonesia. Namun potensi yang ada tersebut belum dapat di manfaatkan secara optimal karena keterbatasan dana dalam pembangunan dan pengembangannya.

Menyadari akan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Karo dalam memasuki era otonomi dan globalisasi berupaya membenahi kepariwisataan Karo dari segala aspek dengan tujuan meraih tempat sebagai Daerah Tujuan Wisata Utama, sehingga sektor kepariwisataan menjadi sumber atau pemasok dana strategis dalam menunjang pembangunan Daerah.

Agar potensi kepariwisataan dapat berkembang dan dapat dijadikan sebagai produk andalan yang layak dijual di pasar global, harus ditangani oleh tenaga profesional di bidang kepariwisataan. Tenaga profesional diartikan bahwa tenaga-tenaga aparatur pemerintah pengelola pariwisata yang mampu membawa dan menggerakkan organisasi pariwisata dan masyarakat membangun sektor kepariwisataan dengan mengacu kepada visi pembangunan yang telah ditetapkan, serta mengadopsi prinsip-prinsip “ Good Governance” didalam melaksanakan pelayanan masyarakat.



GAMBARAN KEPARIWISATAAN KARO


Kabupaten Karo terletak pada dataran tinggi jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang secara geografis terletak pada posisi 02°50’ - 03°19’ Lintang Utara dan 97°55’ - 98°38’ Bujur Timur pada ketinggian 140–1400 M diatas permukaan laut dan hampir 91 % berada pada ketinggian 500 – 1400 M diatas permukaan laut.



Kabupaten Karo berbatasan dengan daerah-daerah lainnya sebagai berikut:

- Sebelah utara dengan Kabupaten Deli Serdang dan Langkat

- Sebelah selatan dengan Kabupaten Dairi

- Sebelah Timur dengan Kabupaten Simalungun

- Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara dan langkat


Dataran Tinggi Karo memiliki alam pegunungan dengan udara yang sejuk dan berbagai keindahan dan dayatarik wisata. Keunggulan pariwisata Kabupaten Karo dibandingkan daerah lainnya di Sumatera Utara adalah :

  • Posisi Kota Berastagi yang strategis dapat dijadikan pintu gerbang perjalanan wisata ke daerah lain
  • Jarak dari Ibukota Propinsi hanya 65 Km dan aksesibilitas sangat baik
  • Memiliki sarana akomodasi yang sangat memadai
  • Memiliki alam yang indah dan sejuk


Memiliki banyak obyek dan dayatarik wisata yaitu:

1. Panorama / Keindahan Alam (Panorama Doulu, Sipiso-piso, Gundaling)

2. Danau (Danau Toba dan Lau Kawar)

3. Gunung Berapi (Sibayak dan Sinabung)

4. Air Panas Alam (Semangat Gunung, Debuk-debuk)

5. Atraksi Budaya (Desa Budaya Lingga, Dokan, Peceren)

6. Peninggalan Sejarah ( Puntungan Meriam Putri Hijau –Sukanalu, Museum)

7. Agro Wisata (Kebun Jeruk, Kol, Bunga, dll)

8. Minat Khusus ( Lintas Alam, Mountenering, Gantole dll)

Untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata maka di Kabupaten Karo telah tersedia Sarana dan Fasilitas penunjang kepariwisataan yaitu:

  • Hotel Berbintang 10 buah
  • Hotel Melati 44 buah
  • Telekomunikasi (wartel) 10 buah
  • Tempat penukaran mata uang asing 5 buah
  • Bank 6 buah
  • Kantor pos 2 buah
  • Biro Perjalan Wisata 5 buah
  • Rumah Sakit Umum 6 buah


Aksesibilitas suatu obyek wisata merupakan faktor dominan dan dangat mempengaruhi mutu dari obyek wisata tersebut. Pada umumnmya aksesibilitas menuju obyek wisata Kabupaten Karo sudah baik dan telah dapat dilalui oleh kenderaan roda empat dan bus besar. Khusus untuk Obyek Wisata Gunung Sibayak telah tersedia jalan aspal yang dapat dilalui kenderaan roda empat sampai ke Batu Kapur dan dari tempat ini hanya dibutuhkan waktu sekitar 20 menit berjalan kaki menuju puncak gunung.



STRATEGI PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KARO



Setiap organisasi harus memiliki falsafah yang menjadi penentu arah gerak organisasi itu. Falsafah organisasi merupakan hal yang mutlak diketahui dan difahami oleh setiap anggotanya serta komitmen untuk menuruti dan merealisasikannya sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi dapat tercapai.


Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo memiliki Visi dan Misi Organisasi yang dapat dianggap sebagai falsafah organisasi. Visi dan Misi yang telah dirumuskan bersifat tetap dan jangka panjang yang juga menjadi kerangka dasar Perencanaan Strategis.


Visi Organisasi :


Mewujudkan Kepariwisataan Karo yang maju, Modern berwawasan lingkungan dan berdayasaing tinggi dengan mempertahankan nilai-nilai budaya karo melalui peranserta masyarakat dan dunia usaha yang seluas-luasnya untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dan kesejahteraan masyarakat.

Misi Organisasi :

  1. Memanfaatkan potensi pariwisata minat khusus secara optimal.
  2. Memberdayakan secara maksimal obyek dan daya tarik wisata operasional dan potensial serta agrowisata.
  3. Keberpihakan kepada pengusaha menengah kebawah serta masyarakat, khususnya pengusaha dan masyarakat lokal.
  4. Peningkatan kemitraan antara berbagai instansi teknis pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang saling terkait.
  5. Peningkatan kualitas Aparatur Pemerintah, Pelaku Pariwisata dan masyarakat terkait.
  6. Membina budaya sebagai aset pariwisata.
  7. Mendorong pembangunan prasarana, sarana dan fasilitas wisata.
  8. Peningkatan pendapatan yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan.
  9. Menumbuh kembangkan sadar wisata di tengah-tengah masyarakat.
  10. Membina usaha pariwisata baik yang telah ada maupun yang akan dibangun.



Tujuan :

Menjadikan Sektor Pariwisata sebagai sumber penghasil PAD untuk pembiayaan pembangunan daerah dan peningkatan taraf hidup masyarakat


Sasaran :

Meningkatkan jumlah kunjungan dan memperpanjang length of stay wisatawan di Kabupaten Karo.

Strategi Pencapaian Misi :


1. Pembenahan aspek fundamental Pariwisata yaitu Keamanan, Kebersihan, Ketertiban Umum, Keindahan dan Sosial Budaya.

Aspek Keamanan, Kebersihan, Ketertiban Umum, Keindahan dan sosial budaya merupakan aspek yang memiliki pengaruh dominan terhadap pengembangan pariwisata. Aspek-aspek tersebut merupakan cerminan socio cultur masyarakat.

Hingga saat ini semua aspek fundamental pariwisata tersebut dirasakan masih perlu ditingkatkan agar benar-benar mampu mendukung program pengembangan kepariwisataan yang dalam bentuk realnya berupa pembinaan masyarakat sadar wisata.


2. Memanfaatkan teknologi komunikasi ( internet ) sebagai sumber informasi dan sarana promosi.

Kemajuan teknologi informasi khususnya Internet memungkinkan terlaksananya proses yang cepat, akurat dan murah baik pengiriman maupun penerimaan data. Pemanfaatan teknologi Internet dibidang kepariwisataan akan memberikan banyak kemudahan dan penghematan yang dulunya sulit dilakukan serta membutuhkan biaya besar.

Untuk sektor pariwisata, Internet dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas booking (pemesanan) kamar hotel dan restoran, Informasi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang tersedia berikut fasilitas pendukungnya, tingkat biaya hidup (sosial ekonomi) masyarakat di Daerah tujuan Wisata, dan informasi lainya beserta gambar / foto.

Pemerintah Kabupaten Karo saat ini telah memiliki jaringan internet (website) dengan alamat HTTP: //www.karokab.go.id yang dikelola oleh Kantor Badan Komunikasi, Informasi dan Pengolahan Data Elektronik Kabupaten Karo memuat data-data Kabupaten Karo secara umum. Sedangkan Dinas Pariwisata, Seni Dan Budaya Kabupaten Karo memiliki blog promosi pariwisata pada http://blog-pariwisata.blogspot.com.


3. Meningkatkan aksessibilitas ke dan antar obyek-obyek wisata.

Tujuan utama dari kunjungan wisatawan ke suatu daerah adalah untuk menikmati Obyek dan Daya Tarik Wisata. Semakin banyak jumlah dan variasi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dapat dinikmati, maka semakin kuat pengaruhnya terhadap keinginan wisatawan mengunjungi daerah tersebut. Aksesibilitas merupakan faktor kunci yang perlu dibenahi dan ditingkatkan untuk memberikan kesempatan kepada wisatawan menikmati sebanyak-banyaknya Obyek dan Daya Tarik Wisata yang tersedia. Untuk itu aksesibilitas yang lancar dan baik menuju obyek wisata dan antar obyek wisata harus jadi prioritas pembangunan dalam menarik wisatawan ke Kab.Karo.


4. Mempersiapkan perangkat peraturan kepariwisataan yang lebih baik.

Perangkat peraturan kepariwisataan merupakan alat yang dimiliki pemerintah selaku regulator untuk menjamin bentuk dan arah pengembangan kepariwisataan yang tepat guna dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan daerah tersebut.

Kab.Karo memilik potensi di bidang pariwisata yang sangat besar yang belum dikembangkan. Kawasan Lau Kawar, Doulu, Sipiso-piso, Berastagi yang merupakan sentra kepariwisataan Kab.Karo merupakan lahan investasi baik dan potensial. Namun hingga saat ini perangkat perundang-undangan (Perda) dibidang investasi belum mampu memberikan jaminan kepada investor terutama dalam hal kejelasan status tanah di tempat-tempat tersebut. Untuk itu Pemerintah Kab.Karo harus menyusun dan memberlakukan Perda yang mengatur Rencana Umum Tata Ruang (RUTRP) Kawasan-kawasan Pariwisata tersebut serta perangkat peraturan lainnya yang berhubungan dengan bidang investasi.


5. Meningkatkan SDM baik aparatur pariwisata maupun Stake Holder

Sumber Daya Manusia yang mendukung pembangunan kepariwisataan harus mengetahui misi dan visi pembangunan kepariwisataan, sehingga dengan kesadaran sendiri memiliki kemauan untuk berbuat sesuai kemampuannya berperanserta dalam pengembangan kepariwisataan daerah. Untuk itu kemampuan SDM Pariwisata baik aparatur pemerintah maupun swasta dan masyarakat perlu dibenahi dan ditingkatkan terus.

Sumber Daya Manusia yang merupakan pemikir, perencana, dan pelaku sekaligus sebagai obyek pengembangan kepariwisataan perlu memahami perannya dalam pengembangan dan pembangunan kepariwisataan itu sendiri.


  1. Pihak Pemerintah sebagai regulator harus memiliki Visi dan Misi yang jelas serta rumusan kebijakan dan program yang rasional. Agar Misi dan Visi tersebut dapat dicapai berhasil guna dan memberikan kesejahteraan rakyat banyak, SDM pemerintah harus memiliki kemampuan menjabarkan Kebijakan dan Program yang telah disusun kedalam bentuk kegiatan serta memiliki kapabilitas dalam melaksanakannya sehingga keluaran (output) yang dicapai benar-benar berhasil.

  1. Pihak Swasta yang bergerak dibidang pariwisata, terutama yang langsung memberikan pelayanan kepada wisatawan harus memiliki kemampuan memberikan pelayanan dengan standard pelayanan pariwisata internasional, sehingga kepuasan wisatawan yang menjadi tujuan kegiatan wisatanya dapat dicapai sekaligus mengangkat citra pariwisata Kabupaten Karo dimata Dunia Internasional.

  1. Pihak Masyarakat harus menyadari perannya sebagai pelaku sekaligus Obyek dalam pengembangan dan pembangunan pariwisata karena tujuan umum dari pembangunan itu sendiri adalah untuk mensejahterakan masyarakat banyak. Untuk itu masyarakat banyak, terutama yang tinggal disekitar Obyek Wisata mampu menunjukkan sikap hidup yang sadar wisata.

6. Membuka peluang yang sebesar-besarnya untuk bermitra dengan luar negeri ataupun antar daerah.

Sesuai denga hakekat pariwisata yakni melakukan kunjungan ke daerah lain, terdapat situasi dimana wisatawan akan menjadi orang asing di daerah yang dikunjungi. Untuk meningkatkan rasa nyaman dan kepuasan berwisata diperlukan pemahaman mendalam tentang karakteristik wisatawan profesionalitas pelayanan. Untuk itu sangat diperlukan kerjasama (kemitraan) dengan pihak luar negeri maupun antar daerah bagi tercapainya keberhasilan dalam pengembangan kepariwisataan.


7. Memanfaatkan Budaya Karo menjadi produk pariwisata yang layak dijual.

Budaya Karo merupakan salah satu Daya Tarik Wisata yang memiliki pengaruh kuat terhadap minat wisatawan. Untuk meningkatkan kualitas pertunjukan seni budaya tradisional dan pelestarian nilai-nilai budaya Karo diperlukan kerjasama terpadu dari berbagai pihak (pelaku seni budaya, usaha Hotel dan Restoran, Biro Perjalanan , Pemerintah dan Masyarakat).


8. Menciptakan iklim investasi yang kondusif.

Pengembangan kawasan pariwisata Lau Kawar dan Sipiso-piso dan pengembangan Obyek Wisata di Kabupaten Karo membuka banyak peluang Investasi. Untuk menarik Investor pariwisata menanamkan investasinya di Kabupaten Karo diperlukan iklim investasi yang kondusif. Upaya yang dilakukan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif tersebut adalah penyederhanaan peraturan yang berkaitan dengan investasi, penyusunan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Alokasi Penggunaan Lahan Yang Tersedia serta kejelasan status tanah untuk kawasan dan obyek wisata yang dikembangkan.



PROGRAM PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KARO


Untuk menjabarkan Rencana Strategis diatas, Dinas Kebuayaan Dan Pariwisata Kabupaten Karo menyusun Program Kegiatan sebagai berikut:


1. Program Pengembangan Pemasaran Pariwisata meliputi:

  • Membuat Studi Analisa Pasar
  • Merumuskan Strategi Pemasaran Industri Pariwisata dengan penekanan pada keterpaduan antara produk dan pemasaran pariwisata, termasuk pengembangan sistem informasi jaringan pariwisata antar daerah dalam rangka mendukung penguatan dan pengembangan promosi pariwisata terpadu ke pasar global.
  • Pelaksanaan Event-event dan hiburan wisata potensial.
  • Pelaksanaan Event-event dan hiburan wisata yang tertuang dalam Calendar Of Event dengan kualitas semakin meningkat.
  • Pengembangan dan pemasaran Paket Wisata melalui BPW
  • Pembinaan jurnalistik untuk penulisan laporan dan artikel pariwisata
  • Meningkatkan distribusi informasi melalui penyebaran leaflet dan brosur pariwisata serta memanfaatkan fasilitas internet yang ada.
  • Pembuatan outdoor lokasi kawasan wisata
  • Mengembangkan kerjasama luar negeri dengan mengundang Tour Operator luar negeri berkunjung ke Kabupaten Karo.
  • Penyelenggaraan Event-Event Hiburan / Wisata Potensial Sebagai Kalender Wisata
  • Peningkatan Kerjasama Dengan Pelaku Bisnis Pariwisata Dan Pengembangan Sistem Informasi Pariwisata
  • Peningkatan Profesionalisme Dan Daya Saing SDM Pariwisata

2. Program Peningkatan Mutu Dan Pelayanan Obyek Wisata meliputi:

  • Rehabilitasi fasilitas wisata dan fasilitas umum di obyek wisata
  • Penataan lingkungan, taman dan fasilitas obyek wisata
  • Meningkatkan kemampuan lembaga pelayanan publik lokal melalui peningkatan SDM kepariwisataan dan penyediaan perangkat peraturan yang kondusif untuk mendukung pengembangan kepariwisataan.
  • Pembinaan masyarakat sadar wisata, terutama disekitar Obyek Wisata.
  • Meningkatkan kondisi tugas dan tanggungjawab antar pelaku (stake holder) melaui inisiatif forum kerjasama lintas pelaku pariwisata.
  • Pengembangan Obyek Wisata baru.
  • Melakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk peningkatan mutu Obyek Wisata

3. Program Pengembangan dan Pelestarian Seni Budaya meliputi:

  • Inventarisasi peninggalan sejarah dan budaya
  • Pengadaan / penyusunan buku literatur budaya Karo
  • Pengadaan / penyusunan buku kumpulan legenda budaya Karo
  • Pelatihan seni budaya karo kepada generasi muda.
  • Pementasan seni budaya karo secara berkala di Berastagi
  • Seminar Budaya Karo
  • Pementasan Seni Budaya di luar Daerah