Drs. I Putu Budiarta, M. Par)*
(Dosen Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali)
Abstract
Unbalanced tourists visit and tourism development between South and North Bali could create social, economic and environment problems. In order to decrease those problems, tourism should be developed widely to the North Bali such as Sangsit, Jagaraga and Sawan villages which have lots of cultural attractions.
The objectives of this research are to formulate some strategies and development programs of cultural tourist attractions. Supporting data on this research were collected by undertaking observation on site, interviewing informants who know about the internal factors (strengths and weaknesses) and external factors (opportunities and threats) of those villages, distributing questionnaires and studying some documents. After that, the researcher combined the internal and external factors using SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities dan Threats) matrics in order to formulate some alternative strategies and program developments.
The findings showed that there were some programs that should be implemented in developing cultural tourist attractions in Sangsit, Jagaraga and Sawan villages. First, by developing and creating cultural attractions and activities products such as trekking, alternative and special interest tourism, preserving the original of local cultural attractions exist in those villages such as bukakak and ngusaba ceremonies. Second, by keeping and increasing the safety of those cultural attractions and the environment. Third, by keeping the cleanliness of the tourism area and building some tourism facilities such as accommodations, restaurants, toilets, parking areas, art market, repairing the alternative road to Sawan village via Lemukih-Sekumpul-and Bebetin villages and widening the capacity of the Wisnu airport. Promotion is implemented by building a tourist information services (TIS) in Beji Temple, building information board in strategic places such as in the main road, promoting those cultural attractions to travel agents and expanding new market such as Asia, Australia, USA and Africa. Fourth, by forming tourism organisations which are responsible to manage the tourism attractions in those three villages, increasing the knowledge and skills of human resources through tourism training and short courses.
Keywords: Sangsit, Jagaraga and Sawan villages, strategy, cultural attraction,
Abstrak
Ketimpangan kunjungan wisatawan dan pembangunan pariwisata antara Bali Selatan dengan Bali Utara dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Untuk mengurangi dampak-dampak tersebut maka pembangunan pariwisata perlu diarahkan ke wilayah Bali Utara, khususnya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan yang memiliki wilayah cukup luas serta daya tarik wisata budaya yang cukup beragam.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi serta program pengembangan yang tepat. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara, penyebaran kuesioner serta pemeriksaan dokumen. Setelah itu peneliti mengkombinasikan faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) untuk memformulasikan strategi alternatif dan program pengembangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya tarik wisata budaya di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan berada pada posisi pertumbuhan. Strategi yang disusun diwujudkan dalam program-program sebagai berikut: Pertama, mengembangkan dan menciptakan berbagai macam atraksi wisata budaya seperti trekking, wisata alternative, wisata minat khusus dan wisata agro, dan mempertahankan keaslian daya tarik wisata budaya yang ada seperti upacara bukakak dan ngusaba. Kedua, meningkatkan keamanan pada daya tarik wisata yang ada dengan bekerjasama dengan pihak kepolisian, masyarakat setempat dan dengan mendirikan pos-pos keamanan lingkungan. Ketiga, menyediakan dan memelihara fasilitas toilet, tempat parkir, jalan alternatif dari Desa Sawan menuju Desa Pegayaman, akomodasi, rumah makan, pasar seni dan meningkatkan kapasitas bandara perintis Letkol Wisnu. Promosi dilakukan dengan bekerjasama dengan Biro Perjalanan Wisata, memperluas pangsa pasar ke Asia, Australia, Amerika Serikat dan Afrika, mendirikan tourist information service (TIS) di lingkungan Pura Beji, meningkatkan promosi lewat internet dan memasang papan-papan nama di tempat-tempat strategis. Keempat, membentuk lembaga pengelola pariwisata Kecamatan Sawan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan, mengadakan kerjasama dengan lembaga pendidikan pariwisata dan mengadakan penyuluhan sadar wisata pada masyarakat.
Kata Kunci: Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan, strategi, daya tarik wisata budaya.
I. PENDAHULUAN
Peran pariwisata bagi Bali, secara ekonomi, sudah tidak dapat diragukan lagi karena pariwisata telah dapat membuka lowongan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih luas sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan devisa negara. Namun, sampai saat ini pembangunan pariwisata Bali nampaknya belum dapat menyentuh seluruh lapisan masyarakat Bali karena pembangunan pariwisata Bali Utara, Barat dan Timur masih jauh tertinggal dibandingkan Bali Selatan. Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, dalam seminar nasional pariwisata di Universitas Udayana tanggal 28 Februari 2009 mengatakan bahwa pembangunan pariwisata di Bali Selatan seperti Kabupaten Badung, Kota Denpasar dan sebagian Kabupaten Gianyar telah melampaui ambang batas (over load), sementara di Bali Utara, Barat dan Timur masih jauh di bawah ambang batas (under load).
Kawasan Pariwisata Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan Ubud selalu ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Meskipun kawasan Nusa Dua baru dikembangkan sekitar tahun 1980-an, namun sekitar tahun 1990-an kawasan ini telah menjadi kawasan yang terkenal ke seluruh dunia sebagai kawasan pariwisata mewah dan eksklusif. Bahkan di bawah manajemen Bali Tourism Development Center (BTDC) kawasan ini telah meraih sertifikat Green Globe dalam penataan lingkungan (Bali Post, 10 September 2009) dari lembaga internasional sehingga akan membuat kawasan ini semakin terkenal di mata wisatawan. Selanjutnya, Kawasan Ubud kondisinya tidak jauh berbeda dengan Kawasan Nusa Dua. Kawasan ini selalu ramai dikunjungi wisatawan sehingga pariwisata sudah menjadi sumber penghasilan utama masyarakat setempat yang dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain seperti pertanian, peternakan dan industri kerajinan.
Sebaliknya, Kabupaten Buleleng yang memiliki wilayah paling luas diantara kabupaten-kabupaten yang lain di Bali mendapat kunjungan wisatawan yang masih rendah. Perbedaan jumlah kunjungan wisatawan ke daya tarik wisata Kabupaten Buleleng, Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar selama lima tahun terakhir seperti tabel berikut.
Kunjungan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata
No. | Tahun | Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Daya Tarik Wisata |
Kota Denpasar (13 DTW) | Kab. Gianyar (16 DTW) | Kab. Buleleng (38 DTW) |
1 | 2005 | 313.967 | 473.649 | 200.745 |
2 | 2006 | 225.204 | 492.487 | 206.670 |
3 | 2007 | 216.370 | 670.388 | 215.914 |
4 | 2008 | 295.912 | 750.703 | 155.199 |
5 | 2009 | 386.181 | 812.536 | 379.589 |
Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar (2009)
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar (2005-2009)
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng (2005-2009)
Berdasarkan tabel di atas, Kabupaten Buleleng selama lima tahun terakhir memiliki tingkat kunjungan wisatawan yang lebih rendah dibandingkan dengan Kota Denpasar dan Kabupaten Gianyar. Padahal dari segi jumlah dan nilai, Kabupaten Buleleng memiliki daya tarik wisata yang paling banyak (38 DTW) dibandingkan dengan Kota Denpasar (13 DTW) dan Kabupaten Gianyar (16 DTW).
Kalau ketimpangan pembangunan pariwisata ini dibiarkan tentu akan membawa dampak-dampak negatif terhadap pariwisata Bali. Pujaastawa, et al. (2005:4) mengemukakan dampak-dampak negatif tersebut berupa makin meningkatnya kesenjangan ekonomi antara Bali Selatan dengan wilayah Bali lainnya, kepadatan penduduk, persaingan hidup serta ancaman terhadap lingkungan. Selanjutnya Adnyana dan Suarna dalam Dalem et al. (2007:3-21) mengemukakan dampak-dampak pariwisata terhadap lingkungan meliputi kerusakan hutan, penurunan keanekaragaman hayati, permasalahan sumber daya air, pencemaran (udara, air dan tanah), abrasi/erosi pantai, kerusakan terumbu karang, serta permasalahan sampah dan limbah.
Dalam rangka mengurangi dampak-dampak negatif tersebut maka perlu dilakukan pemerataan pembangunan pariwisata terutama ke daerah-daerah yang masih memiliki wilayah cukup luas seperti Kabupaten Buleleng. Menurut Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata Bali, I Made Sujana (2009), Kabupaten Buleleng memiliki potensi pariwisata yang tidak kalah menarik dibandingkan dengan Kabupaten Badung dan Gianyar baik dari segi keindahan alam dan keanekaragaman budayanya sehingga Kabupaten Buleleng diakui memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata unggulan dunia.
Kabupaten Buleleng melalui Surat Keputusan Bupati No. 93 tahun 2003 telah menetapkan Pura Beji Sangsit, Pura Dalem Kelod Sangsit dan Pura Dalem Segara Madu Jagaraga sebagai daya tarik wisata budaya. Walaupun demikian tingkat kunjungan wisatawan ke tiga daya tarik wisata tersebut masih rendah dan pengelolaannya belum secara maksimal sehingga dampak terhadap ekonomi masyarakat kurang dirasakan. Dari segi aksesibilitas, Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan memiliki lokasi yang cukup strategis. Prasarana/sarana transportasi serta komunikasi cukup lancar sehingga dapat menghubungkan ke tiga desa tersebut dengan desa-desa lainnya di Kabupaten Buleleng. Fasilitas pendukung lainnya adalah tersedianya sebuah hotel, restoran, bank, dan puskesmas (Data Pokok Kecamatan Sawan, 2006).
Berdasarkan penjabaran di atas maka dalam penelitian ini peneliti ingin mencari strategi yang tepat untuk menggali, memperkenalkan dan mengembangkan pariwisata budaya Kabupaten Buleleng, khususnya Desa Sangsit, Jagaraga, dan Sawan.
II. PEMBAHASAN
Menurut Marpaung (2002:52) strategi merupakan suatu proses penentuan nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada tindakan-tindakan yang mengarah pada masa depan. Sama halnya dengan Chandler dalam Rangkuti (2002:3) bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Strategi dapat pula diartikan sebagai rencana umum yang integratif yang dirancang untuk memberdayakan organisasi pariwisata untuk mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya dengan tepat walaupun menemukan banyak rintangan dari pihak pesaing (Puspa, 2006:18).
Alwi, at al. (dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:538) menyatakan bahwa pengembangan merupakan suatu proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan merupakan suatu proses/aktivitas memajukan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 Tahun 1991 pasal 1 menyebutkan bahwa pariwisata budaya adalah jenis kepariwisataan yang dalam pengembangannya menggunakan kebudayaan Bali yang dijiwai agama Hindu sebagai potensi dasar yang dominan. Damanik dan Weber (2006:13) menyatakan bahwa daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal yaitu: memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan keragaman.
Sebelum melakukan strategi pengembangan, perlu terlebih dahulu menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan (lingkungan internal) daya tarik wisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan, kemudian memadukan dengan faktor-faktor peluang dan ancaman dari luar (lingkungan eksternal).
2.1 Faktor-faktor kekuatan:
1) Terdapat beberapa pura yang bernilai sejarah dan bentu yang khas, seperti Pura Beji Sangsit, Pura Dalem Kelod Sangsit, Pura Dalem Segara Madu Jagaraga, Pura Subak Beraban Jagaraga dan Gook Rangsasa.
2) Terdapat kerajinan pande besi dan gong di Desa Sawan.
3) Terdapat sekaa-sekaa kesenian (di desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan) dan tokoh seniman Gede Manik dari Desa Jagaraga
4) Terdapat organisasi subak dalam wujud fisik dan non fisik seperti Pura Subak Beraban Jagaraga, Pura Bedugul, Pura Desa/Bale Agung Jagaraga, upacara bukakak dan upacara ngusaba.
5) Terdapat pasar tradisional di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan
6) Adanya dukungan masyarakat terhadap pengembangan pariwisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan
2.2 Faktor-faktor Kelemahan (weaknesses)
1) Kurangnya aksesibilitas menuju Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan yang disebabkan oleh jarak yang jauh dari bandara Ngurah Rai dan dari sentral pariwisata Bali Selatan dan Gianyar, kondisi jalan yang berliku-liku serta adanya jalan alternatif yang rusak.
2) Kurang tersedianya prasarana dan sarana penunjang pariwisata, yang mana di Kecamatan Sawan hanya terdapat sebuah hotel non-bintang (Hotel Berdikari & Restaurant) di Desa Sangsit Dangin Yeh dan sebuah bungalow di Desa Kerobokan.
3) Kurang tersedianya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang pariwisata, yang disebabkan oleh banyaknya tenaga-tenaga kerja pariwisata yang bekerja di Bali Selatan, Gianyar dan kapal pesiar.
4) Kurangnya promosi dan kerjasama dengan Biro Perjalanan Wisata yang diakibatkan oleh keterbatasan sumber daya manusia dan dana.
2.3 Faktor-faktor Peluang (Opportunities)
1) Beberapa pura telah ditetapkan sebagai daya tarik wisata budaya seperti Pura Beji Sangsit, Pura Dalem Kelod Sangsit dan Pura Dalem Segara Madu Jagaraga oleh pemerintah Kabupaten Buleleng (berdasarkan Keputusan Bupati Buleleng No. 93 Tahun 2003). Hal ini dapat memberikan peluang bagi pengembangan daya tarik wisata budaya, wisata minat khusus dan wisata alternatif di sekitar Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan.
2) Kecenderungan wisatawan Eropa terhadap pariwisata budaya.
Dari data kunjungan wisatawan ke Pura Beji Sangsit, Pura Dalem Segara Madu Jagaraga dan Desa Sawan menunjukkan kebanyakan wisatawan berasal dari benoa Eropa, yang mana hal ini dapat menjadi peluang bagi pengembangan daya tarik wisata budaya, wisata minat khusus dan wisata alternatif di sekitar Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan.
3) Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi
Teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju sangat membantu aksesibilitas antara daerah asal wisatawan dengan daerah tujuan wisata. Dengan internet, komponen pariwisata dapat mempromosikan daerah tujuan wisata ke berbagai negara dan dengan kemajuan alat transportasi, jarak yang jauh tidak lagi menjadi kendala utama dalam melakukan perjalanan wisata.
4) Citra pariwisata budaya Bali yang baik.
Keunikan dan keragaman budaya Bali, termasuk keramahtamahan orang Bali yang sudah terkenal di seluruh dunia sejak berabad-abad yang lalu menjadi peluang besar bagi pengembangan daya tarik wisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan.
5) Otonomi Daerah
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah yang memberikan kewenangan kepada bupati/wali kota untuk mengatur daya tarik wisata di daerahnya sendiri dapat memberi peluang dalam pengembangan daya tarik wisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan.
2.4 Faktor-faktor Ancaman (Threats)
1) Ancaman terorisme global
Ancaman terorisme yang memiliki jaringan internasional selalu menjadi ancaman bagi pariwisata.
2) Krisis ekonomi global
Krisis ekonomi global yang mempengaruhi hampir seluruh penduduk dunia dapat menyebabkan menurunnya pendapatan penduduk dunia dan mengurangi motivasi untuk melakukan perjalanan.
3) Situasi politik dan ekonomi nasional yang tidak stabil.
Masalah-masalah politik dan korupsi yang tidak pernah tuntas sewaktu-waktu dapat mengganggu keamanan dan ekonomi nasional serta mempengaruhi pariwisata.
4) Persaingan yang ketat antara daerah tujuan wisata.
Semakin banyak daerah-daerah yang mengembangkan pariwisata baik di dalam maupun luar negeri akan menambah ketatnya persaingan.
2.5 Strategi dan Program Pengembangan
Berdasarkan analisis matriks SWOT, strategi alternatif pengembangan daya tarik wisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan adalah sebagai berikut.
2.5.1 Strategi Strength Opportunites (SO), merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi pengembangan dan diversifikasi produk serta mempertahankan keaslian daya tarik wisata tersebut. Program-program pengembangan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Wisata Trekking
Menyusuri keindahan alam pertanian, perkebunan dan keanekaragaman mata pencaharian masyarakat seperti bertani, kerajinan pande besi dan pande gong (di Desa Sawan), pande bokor (di Desa Menyali) dengan berjalan kaki merupakan pengalaman yang menarik bagi wisatawan. Kehidupan para petani yang masih tradisional seperti nengale, ngelampit, melasah, nyajahin, nyulamin, ngarit, ngulah kedis, ngedigang dan sebagainya akan menjadi sumber informasi yang sangat menarik bagi wisatawan karena hal tersebut merupakan sesuatu yang langka bagi mereka.
Agar peserta trekking tidak merasa jenuh maka dalam kegiatan trekking ini perlu dilakukan pengelompokan atau penggabungan antara daya tarik wisata budaya dan alam dan penggabungan antara daya tarik wisata utama (core attractioin) dengan daya tarik wisata pelengkap (supporting attraction). Beberapa rute trekking yang menarik adalah (1) mulai dari Kalangan Desa Sangsit-Subak Tumpal (melihat Gook Rangsasa dan kehidupan para petani)-Pura Dalem Segara Madu Jagaraga (melihat relief tentang Perang Jagaraga), (2) mulai Desa Menyali (melihat kerajinan bokor dan perkebunan rambutan)-Banjar Dukuh, Sawan (melihat kerajinan pande besi, gong dan Pura Batu Bolong).
2) Wisata Bahari
Pengembangan wisata bahari di Desa Sangsit didasari atas keberadaan pelabuhan Sangsit sebagai pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan ketersediaan fasilitas dermaga untuk pendaratan kapal-kapal kecil. Wisatawan yang memiliki hobby memancing, berenang, berperahu dan berjemur dapat menghabiskan waktunya di pelabuhan Sangsit.
3) Wisata Kuliner
Banjar Pabean Desa Sangsit yang terkenal dengan produksi ikannya perlu dikembangkan wisata kuliner seperti Desa Jimbaran dan Kedonganan di Bali Selatan. Melihat keberadaan pangkalan pendaratan ikan dari pulau Jawa khususnya Madura dan lokasi yang sangat strategis karena tidak jauh dari Air Sanih (di timur) dan Kota Singaraja (di barat), maka sangat cocok di bangun cafe atau warung makan khusus seafood. Makanan yang disuguhkan berupa masakan dari ikan laut seperti ikan goreng, ikan bakar, sate ikan, pepes ikan, sup ikan dengan beraneka bumbu seperti sambal bawang mentah, sambal sere, sambal terasi, sambal tomat, sambal kecap dan lain sebagainya.
4) Wisata Spiritual
Pura-pura di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan seperti Pura Beji dan Pura Dalem Kelod Sangsit, Pura Dalem Segara Madu Jagaraga, Pura Batu Bolong Sawan, dan Gook Rangsasa Sangsit memiliki nilai magis dan lingkungan yang tenang sehingga pura-pura tersebut sangat cocok dijadikan tempat meditasi atau semadi.
5) Wisata Belajar Menari dan Menabuh
Desa Sawan dan Jagaraga memiliki tokoh seniman tari dan tabuh. Seniman dari Desa Sawan, Made Yadnya (65 tahun), pernah mendapat penghargaan Wija Kusuma dari Pemda Buleleng pada tahun 1985, dan penghargaan Dharma Kusuma Madia dari Gubernur Bali pada tahun 1987. Desa Jagaraga juga memiliki banyak seniman yang sudah terkenal dan berpengalaman dalam mengajar tari dan gamelan Bali. Ketut Keranca (60 tahun), generasi ketiga dari Made Wandres (pencipta tari Truna Jaya dan Palawakya), adalah seniman berbakat yang sudah berpengalaman mengajar tari dan gamelan bagi siswa-siswi dari dalam dan luar negeri. Para wisatawan baik domestik maupun internasional yang tertarik untuk belajar tarian dan gamelan Bali dapat belajar pada Ketut Keranca atau beberapa seniman lain di Desa Jagaraga.
6) Wisata Agro
Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan merupakan wilayah pertanian dan perkebunan sangat luas yang dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata agro. Dengan harga tertentu wisatawan dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan pertanian seperti memetik buah yang ada di kebun, belajar cara pembibitan, penananam dan pemeliharaan tanaman tropis pada petani lokal. Waktu yang tepat untuk kegiatan ini mulai bulan November sampai Maret karena waktu tersebut musim buah-buahan seperti rambutan, mangga dan durian.
7) Museum Seni Gede Manik
Keberadaan rumah beserta barang-barang peninggalan seniman Gede Manik (almarhum) di Desa Jagaraga perlu dipertahankan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata (museum). Hal tersebut akan dapat melestarikan nama seniman Gede Manik serta menambah daya tarik wisata budaya terutama bagi para pecinta seni.
8) Monumen Perang Jagaraga
Untuk mengenang sejarah Perang Jagaraga, Pemerintah Kabupaten Buleleng berencana mendirikan monumen perjuangan yang dilengkapi dengan museum di sebelah utara Pura Dalem Segara Madu Jagaraga. Monumen dan museum tersebut nantinya dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata sejarah, khususnya Perang Jagaraga, bagi para siswa dan wisatawan serta melengkapi sejarah Perang Jagaraga yang telah ada pada relief Pura Dalem Segara Madu.
9) Upacara Bukakak dan Ngusaba
Upacara syukur para petani khususnya Subak Beji Sangsit dengan puncak upacara Bukakak dimana sekelompok orang Sangsit Dangin Yeh (sekarang Desa Giri Mas) keliling ke desa-desa sekitar membawa babi guling sliwah (setengah matang dan setengah mentah) yang diikuti beramai-ramai oleh masyarakat lainnya. Di Desa Jagaraga, Sawan dan beberapa desa di sekitarnya pada hari yang bersamaan (Purnamaning Kapat dan Kedasa) juga melakukan upacara Ngusaba yang sangat meriah. Upacara tersebut perlu dilestarikan dan dikembangkan menjadi sebuah event setiap enam bulan atau setiap tahun karena upacara tersebut tidak bisa ditemukan di tempat lain (langka) dengan cara menetapkan sebagai calendar of event sehingga akan dapat menarik kunjungan wisatawan ke desa-desa tersebut.
2) Strategi Strength Threats (ST), merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, menghasilkan strategi peningkatan keamanan dan kenyamanan daya tarik wisata budaya dengan program seperti menjaga dan meningkatkan keamanan daya tarik wisata budaya dan lingkungan Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan. Peningkatan keamanan dilakukan dengan bekerjasama dengan petugas keamanan dari kepolisian dan masyarakat setempat seperti hansip dan pecalang dengan mendirikan pos-pos keamanan lingkungan. Para petugas keamanan tersebut perlu juga dibekali pengetahuan pariwisata dan bahasa asing yang memadai agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan.
3) Strategi Weaknesses Opportunities (WO), merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, menghasilkan strategi pengembangan prasarana/sarana pokok dan penunjang pariwisata dan strategi promosi. Program-progam yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1) Menyediakan dan memelihara fasilitas kamar mandi/toilet.
Perlu dilakukan pembangunan fasilitas kamar mandi/toilet pada beberapa daya tarik wisata yang sering dikunjungi wisatawan atau saat melakukan aktivitas trekking di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan seperti Pura Dalem Kelod Sangsit, Pura Bale Agung Jagaraga, Pura Beraban Jagaraga dan Pura Batu Bolong Sawan karena pura-pura tersebut belum memiliki fasilitas kamar mandi/toilet. Khusus untuk Pura Beji Sangsit dan Pura Dalem Segara Madu Jagaraga keberadaan fasilitas kamar mandi/toilet nya yang kurang representatif, maka kebersihannya perlu ditingkatkan menjadi standar internasional karena ke dua pura tersebut menjadi primadona wisatawan internasional, khususnya Eropa, yang memiliki tingkat tuntutan kebersihan yang sangat tinggi.
2) Menyediakan fasilitas parkir.
Selama ini wisatawan masih memanfaatkan sebagian badan jalan sebagai tempat parkir kendaraan mereka sehingga hal tersebut dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan para pemakai jalan lainnya. Pembangunan tempat parkir perlu dipersiapkan di Pura Dalem Segara Madu Jagaraga, Pura Beraban Jagaraga, Pura Bale Agung Jagaraga dan Pura Batu Bolong Sawan karena daya tarik wisata tersebut belum memiliki tempat parkir.
3) Memperbaiki jalan alternatif dari Desa Sawan menuju Desa Pegayaman.
Faktor aksesibilitas adalah faktor utama dalam pariwisata. Karena itu Pemerintah yang berwenang baik kabupaten maupun provinsi seharusnya secara terintegrasi memperbaiki jalan yang rusak sepanjang kurang lebih 12 km dari Desa Sawan menuju Desa Pegayaman supaya masyarakat dan wisatawan yang mengunjungi daya tarik wisata di daerah tersebut merasa aman dan nyaman.
4) Menyediakan fasilitas akomodasi
Pembangunan akomodasi mutlak dilakukan karena wilayah Kecamatan Sawan kekurangan fasilitas tersebut. Pembangunan bisa dilakukan pada daerah-daerah Kalangan Sangsit karena wilayah tersebut termasuk kurang produktif. Fasilitas akomodasi hendaknya menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan seperti kayu dan bambu sehingga terkesan alami dan tidak memerlukan investasi yang terlalu mahal. Fasilitas akomodasi bisa juga dilakukan dengan memanfaatkan rumah-rumah penduduk yang memiliki lingkungan yang bersih dan sehat.
5) Menyediakan fasilitas rumah makan
Fasilitas rumah makan diutamakan dimiliki dan dikelola oleh masyarakat lokal dengan menyajikan makanan tradisional khas Bali Utara seperti jukut undis sudang lepet, sate pelecing (sate dengan bumbu pedas), siobak, mengguh (sejenis bubur yang dicampur dengan beraneka ragam sayuran, ikan atau daging) serta dengan memanfaatkan bahan-bahan seperti sayur dan daging dari hasil pertanian dan peternakan masyarakat setempat.
6) Membangun pasar seni
Untuk menjual barang-barang cinderamata hasil kerajinan masyarakat Sawan seperti gong dan hasil kerajinan pande besi, patung dari batu padas di Desa Sangsit diperlukan sarana pasar seni. Selain itu, juga sebagai tempat pemasaran hasil kerajinan masyarakat dari desa-desa lain di Kecamatan Sawan seperti bokor dan dulang aluminium dari Desa Menyali dan ulatan keranjang dari Desa Sudaji sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
7) Mengadakan pertunjukan kesenian
Desa Jagaraga dan Sawan merupakan desa seni yang sudah terkenal dari dahulu sampai sekarang, memiliki sekaa-sekaa kesenian. Dengan mengadakan pertunjukan seni secara terjadwal dari sekaa-sakaa kesenian tersebut di balai banjar yang ada di di Desa Jagaraga dan Sawan tentu akan menambah daya tarik wisata budaya dan menambah jumlah serta lama kunjungan wisatawan di daerah tersebut.
8) Mengembangkan bandara udara Letkol Wisnu
Dengan mengembangkan bandara udara perintis Letkol Wisnu yang terletak di Desa Pemuteran, Kabupaten Buleleng menjadi bandara kelas menengah akan mampu menampung pesawat-pesawat yang lebih besar yang dapat membawa penumpang domestik maupun internasional yang lebih banyak. Sehingga hal ini akan dapat menjadi pilihan khususnya bagi wisatawan yang ingin berkunjung langsung ke Buleleng serta menjawab keterisolasian wilayah ini dengan sentral-sentral pariwisata lainnya di Bali.
Strategi promosi dan penetrasi pasar diimplementasikan melalui program-program seperti melakukan promosi ke Eropa, Asia, Australia, Amerika Serikat dan Afrika (Selatan). Wisatawan Eropa merupakan pangsa pasar pariwisata budaya yang utama, Asia dan Australia merupakan pasar potensial karena memiliki jarak tempuh yang tidak terlalu jauh menuju Bali dan pertumbuhan ekonomi Negara tersebut tinggi. Pasar Amerika dan Afrika Selatan, walaupun dari segi jarak jauh dengan Bali, namun tingkat perekonomian masyarakatnya sangat makmur.
Selain kerjasama dengan biro perjalanan wisata atau pramuwisata yang ada di Bali untuk membantu memasarkan daya tarik wisata di Kecamatan Sawan, hal yang tidak kalah penting adalah dengan mendirikan tourist information services (TIS) di sekitar Pura Beji Sangsit karena pura tersebut mendapat kunjungan wisatawan yang paling banyak di Kecamatan Sawan. Dengan keberadaan TIS di Pura Beji akan dapat mempermudah pemasaran terhadap daya tarik wisata lainnya di Kecamatan Sawan.
4) Strategi Weaknnesses Threats (WT), merupakan strategi untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang menghasilkan strategi pengembangan sumber daya manusia pariwisata melalui program-program segagai berikut.
1) Membentuk lembaga pengelola pariwisata Kecamatan Sawan.
Pembentukan lembaga pengelola daya tarik wisata harus melibatkan berbagai komponen masyarakat lokal seperti desa adat, masyarakat yang peduli dengan kepariwisataan dan tokoh masyarakat. Melalui lembaga pengelola tersebut akan dapat mempermudah dalam melakukan perencanaan, pengelolaan dan kontrol terhadap kepariwisataan di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan.
2) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) pariwisata.
Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dan informal. Jalur formal dilakukan melalui pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan kepariwisataan mulai dari sekolah kejuruan sampai tingkat magister, sedangkan jalur informal dapat dilakukan melalui pelatihan-pelatihan pada industri pariwisata baik di hotel-hotel maupun di restoran. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pihak pemerintah (Dinas Pariwisata), lembaga pendidikan kepariwisataan (STP, Politeknik, Mapindo, SPB, Unud (Puslitbudpar, Fakultas Pariwisata, Kelompok Studi Ekowisata Fakultas MIPA dan sebagainya) serta para praktisi pariwisata (pramuwisata, manajer hotel, pengelola BPW dan sebagainya). Dengan demikian pengembangan daya tarik wisata Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan dapat berbasiskan pada masyarakat (community based tourism).
3) Mengadakan penyuluhan sadar wisata.
Kehidupan masyarakat Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan yang sebagian besar sebagai petani, nelayan dan pengerajin banyak yang kurang memahami arti pariwisata karena itu perlu disadarkan akan pentingnya pariwisata bagi mereka. Kepada masyarakat perlu disosialisasikan tentang pentingnya Sapta Pesona (tujuh pesona) yang terdiri dari unsur keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan dan kenangan. Dengan sosialisasi Sapta Pesona secara teratur dan terprogram akan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata.
4) Membangun jalan setapak
Untuk menjaga kesucian dan daya dukung pura-pura yang menjadi daya tarik wisata di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan perlu meniru Pura Besakih dan Pura Taman Ayun yaitu dengan membuatkan jalan setapak di sekeliling pura dan gardu pandang sebagai tempat melakukan pemotretan atau pemandangan sehingga wisatawan yang berkunjung cukup dari luar areal pura. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, bisa juga dilakukan dengan memanfaaatkan area jabaan dan jaba tengah sebagai daya tarik wisata dan tidak memanfaatkan area jeroan sebagai daya tarik wisata supaya kesucian pura tidak tercemar. Sebagai informasi awal, khususnya bagi wisatawan wanita yang sedang mengalami datang bulan, pada setiap pura perlu dipasang papan-papan pengumuman untuk tidak memasuki pura.
III. SIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa strategi alternatif dan program pengembangan daya tarik wisata budaya Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan dapat dilakukan dengan (1) mengembangkan produk pariwisata budaya seperti wisata trekking, wisata bahari, wisata kuliner, wisata spiritual, wisata belajar (menari dan menabuh), dan wisata agro, mempertahankan keaslian daya tarik wisata budaya dengan membangun museum seni Gede Manik, monumen Perang Jagaraga, menjadikan upacara Bukakak dan Ngusaba sebagai calendar of event; (2) Meningkatkan keamanan daya tarik wisata dengan mendirikan pos-pos keamanan; (3) Menyediakan fasilitas pariwisata seperti kamar mandi/toilet, parkir, jalan, akomodasi, rumah makan, pasar seni, panggung kesenian, mengembangkan bandara udara perintis Letkol Wisnu, melakukan promosi; (4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui jalur pendidikan formal dan informal.
DAFTAR PUSTAKA
------------2003. Surat Keputusan Bupati Buleleng Nomor 93 Tahun 2003 tentang Penetapan 38 Daya Tarik Wisata Kabupaten Buleleng.
----------2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
----------2006. Data Pokok Kecamatan Sawan. Singaraja: Bappeda Kabupaten Buleleng dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Buleleng.
Alwi, Hasan dan Sugono, Dendy. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Dalem, A.A.G.R., Wardi, I N., Suarna, I W., Adnyana, I W. Sandi. 2007. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Denpasar: Universitas Udayana.
Damanik, Janianton & Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Andy.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng. 2005. Statistik Pariwisata Buleleng 2003-2004. Singaraja.
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. 2005-2009. Data Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata yang Dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Gianyar. Gianyar.
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. 2005-2009. Data Kunjungan Wisatawan ke Obyek Wisata yang Dikelola oleh Swasta di Kabupaten Gianyar. Gianyar.
Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar. 2005-2009. Data Kunjungan Wisatawan ke Museum di Kabupaten Gianyar. Gianyar.
Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2009. Data Pariwisata Kota Denpasar. Denpasar.
Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Pariwisata. Bandung:Alfabeta.
Pujaastawa, I.B.G., Wirawan, I G.P., Adhika, I M. 2005. Pariwisata Terpadu Alternatif Model Pengembangan Pariwisata Bali Tengah. Denpasar: Universitas Udayana.
Puspa, Ida Ayu Tari. 2006. “Potensi dan Strategi Pengembangan Puri sebagai Objek dan Daya Tarik Wisata City Tour di Kota Denpasar” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Rangkuti, Freddy. 2008. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.